Senin, 18 Februari 2013

Perlindungan Hukum Kemerdekaan Berserikat


 
# garis besar perlindungan Hukum terhadap Kemerdekaan Berserikat #

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2000
TENTANG
SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH


Menimbang:
a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara
    tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai
    kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat, pekerja/buruh berhak membentuk dan
    mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
    bertanggung jawab;
c. bahwa serikat pekerja/serikat buruh merupakan sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan
    membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan
    hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, dan c perlu ditetapkan
    Undang-Undang tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
    telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999;
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
    Internasional Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk
    Berunding Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor
    1050);
3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999
    Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886).

                                                                          Pasal 4
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan
      memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang
      layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
      konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi:
         a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;
         b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan
             tingkatannya;
         c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai
            dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
         d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
         e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan
            peraturan perundang-undangan yang berlaku;
         f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.


                                                                       Pasal 25
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah
      mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
       a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
       b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
       c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
       d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
           kesejahteraan pekerja/buruh;
       e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan
          perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
     perundang-undangan yang berlaku.

                                                                      Pasal 27
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai
nomor bukti pencatatan berkewajiban:
a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya;
b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan
    anggaran rumah tangga.

                                                                      Pasal 28
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau
    melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.


                                                                     Pasal 43
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
     dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
     500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.





UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO.13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN


                                                                   Pasal 102

 (1) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi
       menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan
       melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
       ketenagakerjaan.
(2) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat
     pekerja/buruhnya mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan
     kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan
     aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliaanya serta
     ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
     keluarganya.
(3) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya
     mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas
     lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka,
    demokratais dan berkeadilan.


                                                                   Pasal 104
 (1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
      pekerja/serikat buruh.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat
     pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta
     mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
(3) Besarnya adan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud dalam
     ayat (2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat
     pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.



                                                                   Pasal 143
(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangai pekerja/buruh dan serikat
     pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara
     sah, tertib dan damai.
(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap
     pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukkan mogok
     kerja secara sah, tertib dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan
     yang berlaku.


                                                                  Pasal 185
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
     dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal
     143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling
     singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
     sedikit Rp. 100.000.00,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
     400.000.000,00 (empat ratus juta rupah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
      kejahatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar